Rabu, 20 Juni 2012

Touring to Bromo Mountain

Kali ini touring kita selenggarakan dengan tujuan Gunung Bromo dan Madakaripura. Tapi sayangnya kita tidak sempat untuk mampir ke air terjun Madakaripura. Walau begitu, acara tetap berjalan dengan lancar, seru, dan menyenangkan alhamdulillah. Kami berangkat dari Surabaya pada hari Sabtu, 16 Juni 2012 malam hari. Rencana awal berangkat pukul 23.00 WIB, tetapi sudah tentu molor. Terlebih dahulu berkumpul di rumah Deny Warsigit di bilangan Gubeng Kertajaya. Sampai sekitar jam 23.30 yang hadir hanya 7 orang. Diantaranya ada tuan rumah Deny (yang suka ngobrak-obrak orang), Rusdi Samohung, Cece, Agung, Octa, Dessy, dan Izham. Tidak lama kemudian datang Udiek. Tinggaal Rendy si raja molor yang belum datang. Sebetulnya touring kali ini pesertanya bisa lebih banyak. Tetapi ada beberapa teman kami yang membatalkan untuk ikut tepat di hari H. Tepat jam 00.20 dini hari Rendy baru muncul. Segera kami pun bersiap siap berangkat. Teman kami yang satu lagi, Hardika, sudah menunggu di Sidoarjo. Dia bergabung dengan rombongan dari sana. 


Tepat pukul 00.30 kami berangkat. Dari rumah Deny seluruhnya ada 9 orang dengan menggunakan 5 unit motor. Tidak lupa mampir SPBU untuk kasih minum kuda besi kami. Perjalanan berjalan dengan lancar. Tidak ada macet, karena memang dini hari, hehe. Jalur yang akan kami lintasi adalah sebagai berikut, Surabaya-Porong-Gempol-Pasuruan-Tongas-Sukapura-Ngadisari-Bromo. Memasuki wilayah Sidoarjo, tepatnya di daerah Gedangan, teman kami Hardika langsung bergabung bersama rombongan. Bau menyengat segera menyergap hidung dan tenggorokan saat sampai di Porong. Tepatnya jalan raya disisi semburan lumpur Lapindo. Di Pasuruan kami berhenti lagi karena sebagian ada yang isi bensin, boros amat sih motornya, hehe....atau mungkin tadi nggak diisi full tangkinya. Sepanjang perjalanan kondisi jalan cukup bagus. Namun ada beberapa jalan yang penerangannya masih kurang. Kondisi pengendara dituntut untuk tetap fit agar konsentrasi tetap terjaga. Sampai didaerah Probolinggo harusnya kami mengarahkan kendaraan ke arah kanan, Tongas, tetapi sempat kebablasan. Untung tidak seberapa jauh, kira-kira 500 meter. Ini karena kondisi penerangan tidak optimal, sehingga tugu penanda tidak terlihat. Kondisi jalan dari Tongas ke Sukapura medannya menanjak. Tetapi akan lebih menanjak lagi dari Sukapura ke arah Ngadisari. Udara dingin mulai menusuk seiring jalanan yang semakin menanjak dan berkelok. Cukup menguras bahan bakar. Kami pun khawatir tidak ada SPBU lagi dari sini. Beberapa motor jarum indikator bahan bakarnya malah sudah menunjuk warna merah. Gawat kalau tidak ada SPBU lagi. Tetapi kekhawatiran itu sirna seiring terlihat lambang Pertamina di kejauhan. Alhamdulillah.....POM Bensin. Bagai oase di tengah gurun, hahaha lebay banget sih bahasanya. Ini adalah SPBU terakhir sebelum jalanan menanjak ke arah Bromo. Disini juga banyak rombongan motor lain yang berhenti. Pedagang asongan tak ketinggalan juga memainkan perannya. Ada yang menjual sarung tangan, kerpus (penutup kepala), kaos kaki, dan lainnya. Soal harga tak usah khawatir, cukup murah kok. Malah jika beruntung bisa ditawar. Seusai istirahat sejenak dan tentunya ke toilet, perjalanan kita lanjutkan menuju Ngadisari. Desa Ngadisari ini merupakan titik terakhir untuk kendaraan pribadi jenis mobil. Selain kendaraan jip atau 4WD tidak boleh masuk ke area Bromo. Hal ini diberlakukan demi keamanan pengunjung. Karena medan yang cukup berat akan tersaji setelah wilayah ini.Jadi pengunjung bisa memanfaatkan jasa penyewaan mobil berjenis Hardtop untuk mengantarkan ke Penanjakan dan kawah Bromo. Kalau naik motor seperti kami ya lewat saja, tidak perlu sewa mobil Hardtop. Itung-itung ngirit, hehe. Sebelum masuk ke wilayah wisata gunung Bromo kami harus berhenti di pos penjagaan untuk bayar tiket masuk. Kami sedikit kecewa karena terlihat banyak calo disini. Rombongan kami disuruh minggir ke arah kanan. Tidak lama kami dihampiri seorang laki-laki. Kami yakin dia bukan petugas resmi. Dia langsung bilang satu motor dua penumpang harus bayar Rp. 16.000. Rombongan kami ada 6 motor 10 penumpang. Dia minta 60 ribu. Tarif resminya pun tidak jelas berapa. Setelah terjadi tawar-menawar akhirnya disepakati 50 ribu, jadi kita urunan masing-masing 5 ribu rupiah. Dapat tiketnya cuma 3 lembar.....yaaa gak jelas nih orang. Kapan korupsi bisa lepas dari negara Indonesia. Seperti sudah mendarah daging.

Karena waktu sudah menunjuk jam 03.30 dini hari, kami langsung lanjut tancap gas. Dari sini masih sekitar 1 jam perjalanan untuk menuju Penanjakan View Point. Tempat untuk melihat matahari terbit (sunset). Jalan berkelok, menanjak, dan minim penerangan pun menemani perjalanan kami menuju lautan pasir. Kondisi jalan cukup baik. Untuk dapat mencapai Penanjakan View Point kami harus melewati hadangan. Ya, hadangan lautan pasir yang cukup tebal. Skill mengemudi dan kondisi ban sangat berpengaruh disini. Beberapa diantara kami sempat menyepelekan. Medan seperti ini saja kok, gampang dilewati. Eh ternyata sampai ngepot-ngepotan dan hampir jatuh dari motor. Ban motor seperti ditelan ganasnya pasir Bromo. Debunya juga tak kalah parah. Apalagi ini musim kemarau. Pasirnya jadi kering dan debunya beterbangan kemana-mana. Jarak pandang pun tak seberapa jauh. Saking tebalnya debu sampai mirip kabut asap yang berwarna putih. Bertambah parah lagi ketika ada mobil Hardtop yang melintas mendahului kita. Untuk dapat mengakses ke Penanjakan, kita harus memutari gunung Batok dan kemudian naik melalui jalan yang sempit dan sangat menanjak. Jalan ini mempunyai sudut kemiringan yang sangat curam, mungkin kira-kira 45 derajat. Lebarnya pun sebenarnya hanya cukup untuk 1 mobil. Tetapi para pengemudi mobil Hardtop ini sangat lihai mengendalikan mobil saat berpapasan arah dengan mobil lainnya. Dari jalanan yang terus menanjak ini dibutuhkan waktu sekitar 30-45 menit untuk mencapai Penanjakan View Point. Ada dua teman kami yang ketinggalan dibelakang, Udiek dan Agung. Ternyata ada masalah dengan motor yang mereka tunggangi. Kami mengetahui setelah mereka kirim sms yang mengabarkan bahwa tidak bisa naik sampai Penanjakan. Mereka berhenti dan menunggu di beberapa kelokan awal. Kami sedikit heran karena motor yang mereka gunakan cukup bertenaga. Mereka menggunakan Suzuki Satria FU. Belakangan kami tahu penyebabnya, yaitu kawat kabel kopling motor mengkerut, saking dinginnya suhu udara. Hal ini menyebabkan tarikan pada tuas kopling, sehingga daya mesin motor tidak bisa optimal. Suhu udara di Bromo ini memang benar-benar ekstrim. Akhirnya mereka menghabiskan waktu dengan foto-foto menunggu sunset disana. Kami pun sampai juga di Penanjakan View Point. Di musim kemarau ini tampak jelas untuk menyaksikan sunset. Karena langitnya jernih tidak tertutup mendung sama sekali. Setelah mengambil beberapa foto untuk dokumentasi kami istirahat sebentar. Tidak lama kemudian kami turun untuk menjemput kedua teman kami yang tertahan di bawah. Dan alhamdulillah mereka juga sudah dapat memperbaiki masalah motornya. Selanjutnya menuju kawah Bromo. Sebelum memutari gunung Batok untuk menuju kawah Bromo kami sempatkan berfoto di padang rumput (savana). Harus berjuang lagi-lagi melewati lautan pasir yang sering membuat ban motor selip. Tiba di kaki kawah gunung Bromo sudah ramai pengunjung, baik wisatawan domestik maupun asing. Memang ini kan hari Minggu, jadi ya ramai banget. Beberapa teman merasa enggan ketika melihat tinggi dan jauhnya jalur untuk mencapai kawah Bromo. Yang memutuskan untuk naik ke atas ada Deny, Rendy, Udiek, Agung, Hardika, dan Cece. Sisanya nunggu dibawah sambil jagain motor, helm, dan barang bawaan. Sebelum naik ke atas kami sempatkan membeli masker. Debunya sudah diluar toleransi. Parah-rah-rah bangett. Apalagi saat ada hembusan angin kencang, sampai rasanya gigi ini kering tertutup debu dan pasir, hehe...hiperbola. Kalau tidak mau capek bisa naik kuda yang mengantarkan sampai bawah tangga menuju kawah. Tetapi kami memutuskan untuk jalan kaki. Rasanya lebih seerruu atau bisa dibilang ngirit, hahhaa. Sempat ada rasa ingin mundur di tengah perjalanan karena sudah sangat capek. But show must go on !!. Tak ada kata menyerah. Dengan sedikit berhenti dan mengambil nafas panjang dapat mengembalikan semangat kami. Lain halnya dengan Rendy, teman kita yang satu ini seperti tak punya udel. Terus saja berjalan, bahkan berlari seperti bertenaga kuda. Tigaperempat perjalanan akhirnya Cece menyerah. Dia memilih untuk menunggu di bangku stand pedagang makanan-minuman. Saatnya untuk menaiki tangga menuju kawah. Kami pun menapaki anak tangga demi anak tangga. Konon katanya anda tak akan mendapatkan jumlah anak tangga yang sama ketika naik dan turun. Menurut saya, siapa juga yang bisa berkonsentrasi menghitung ketika kita sibuk berkonsentrasi mengatur napas. Tangga ini semakin sulit ditapaki karena setelah adanya erupsi kawah bromo, beberapa anak tangga ada yang rusak. Tumpukan pasir pun membuat anak tangga menjadi agak tidak terlihat sehingga kita harus berhati-hati. Perjuangan menapaki anak tangga ternyata membuahkan hasil yang setimpal. Dari puncak Gunung Bromo kita bisa melihat kawah dan pemandangan sekitar. Di atas ini juga kita harus berhati-hati karena pasir yang licin dan tempat berpijak yang tak terlalu luas. Beberapa saat setelah puas memanjakan mata, kami turun dan beristirahat sejenak di bawah.



Waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB. Kami segera besiap untuk balik kanan ke Surabaya. Sebenarnya kami ingin mampir ke air terjun Madakaripura, tapi dirasa waktu tidak mencukupi. Kami sepakat untuk langsung pulang saja. Karena juga ada masalah dengan rotary belt motor matic teman kami, jadi lebih baik tidak usah dipaksakan. Toh masih ada waktu lain. Jalur yang kita lewati untuk pulang sama seperti jalur berangkat. Lewat lautan pasir lagi, kemudian ke Ngadisari, Sukapura, mampir SPBU sebentar dan turun ke Tongas. Karena lelah dan perut keroncongan, kami mampir ke sebuah warung dekat pertigaan antara Tongas dan Jalan raya Surabaya-Probolinggo. Makanannya tak istimewa, namun cukup ampuh untuk mengganjal perut. Kuah rawonnya pun tak sehitam dibandingkan dengan rawon yang ada di Surabaya. Perjalanan pulang dilanjutkan. Namun dari Pasuruan, motor matic teman kami yang mengalami masalah terpaksa harus masuk bengkel. Sebagian rombongan menunggu sambil beristirahat dan salat di masjid samping Telkom Bangil. Tepat pukul 16.15 WIB rombongan kembali bergabung dan bersama-sama menuju Surabaya. Keseruan perjalanan ini akan terbayang selalu di pikiran kami.

*foto lainnya bisa dilihat disini

0 komentar:

Posting Komentar